Minggu, 17 Juni 2012

GANGGUAN PSIKOSOMATIK (PSIKOFISIOLOGIS)


        Ketidak mampuan dalam penyesuaian diri terhadap berbagai persoalan hidup manusia, bukan hanya menyebabkan gangguan mental. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa situasi yang memberi tekanan pada seseorang dapat mengakibatkan keluhan-keluhan fisik seperti sakit kepala, asam lambung meningkat, dan sebagainya. Banyak kasus dimana analisa dan segala jenis pemeriksaan oleh dokter menunjukkan seseorang secara fisik tidak mempunyai masalah fisik. Namun pada kenyataannya orang tersebut mengeluh karena sakitnya.

 Masalah-masalah emosional yang tidak ditangani adalah penyebab 85% penyakit fisik. Itulah mengapa penanganan penyakit fisik tidak membuahkan hasil yang tuntas karena mengabaikan masalah emosional.

Psikosomatis berasal dari dua kata yaitu psiko yang artinya psikis, dan somatis yang artinya tubuh. Dalam Diagnostic And Statistic Manual Of Mental Disorders edisi ke empat (DSM IV) istilah psikosomatis telah digantikan dengan kategori diagnostik faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis.

Gangguan psikofisiologis merupakan gangguan kesehatan yang  umum dijumpai di populasi, namun seringkali menimbulkan kesalahpahaman dibidang medis. Psikosomatis merupakan salah satu gangguan kesehatan atau penyakit yang ditandai oleh bermacam-macam keluhan fisik. Berbagai keluhan tersebut acapkali berpindah-pindah. Sebagai contoh dalam waktu beberapa hari terjadi keluhan pada pencernaan, disusul gangguan pernafasan pada hari-hari berikutnya. Atau kadang keluhan tersebut menetap hanya pada satu sistem saja, misal hanya pada sistem pencernaan (gangguan lambung). Kondisi inilah yang seringkali menjadi sebab berpindah-pindahnya penderita dari satu dokter ke dokter yang lain ("doctor shopping"). Ada sebagian pasien yang kemudian jatuh pada perangkap medikalisasi, yakni upaya atau tindakan dengan berbagai teknik dan taktik, yang membuat mereka terkondisi dalam keadaan sakit dan memerlukan pemeriksaan maupun pengobatan.

Teori-teori dan sudut pandang mengenai psikosomatik sangat beragam. Menggunakan istilah umum dari berbagai teori psikosomatik tersebut, psikosomatik dapat didefinisikan sebagai tidak ada penyakit somatic (ketubuhan) tanpa didahului oleh antesenden-antesenden emosional dan atau social. Sebaliknya, tidak ada penyakit-penyakit psikis tanpa memunculkan simtom-simtom somatic. Jelasnya, istilah “reaksi-reaksi psikosomatik” berarti terjadinya reaksi tubuh yang muncul dalam organ-organ yang berbeda sebagai konsekuensi dari reaksi emosi dan situasi-situasi yang penuh tekanan (stressfull situations) seperti gangguan perut, asma bronchial, dan lain-lainnya. Sebaliknya istilah “reaksi-reaksi somato-psikis” berarti keadaan psikologis ditentukan dalam simton-simton penyakit somatic. Sebagai contoh, kemurungan dan kesedihan yang mendalam dihubungkan penyakit kanker.

Menurut model pendekatan psikosomatik, penyakit berkembang melalui saling mempengaruhi antara factor-faktor fisikal dan mental secara terus menerus yang saling memperkuat satu sama lain, melalui suatu jaringan timbal balik yang kompleks. Penyembuhan dari penyakit diasumsikan akan terjadi dengan cara yang sama juga (Tamm, 1993). Secara singkat, Kellner (1994) mengungkapkan bahwa istilah psikosomatik menunjukkan hubungan antara jiwa dan badan. Gangguan psikosomatik didefinisikan sebagai suatu gangguan atau penyakit fisik dimana proses psikologis memainkan peranan penting, sedikitnya pada beberapa pasien dengan sindroma ini.

Jurang antara aspek-aspek biologis dan psikologis dari keadaan sakit masih tetap berlanjut sampai suatu pendekatan baru muncul dan mulai dikembangkan pada awal abad kedua puluh. Sigmund Freud, Ivan Pavlov dan WB Cannon berjasa besar dalam hal ini. Penjelasan Freud mengenai ketidaksadaran, penelitian Pavlov mengenai reflek  yang terkondisi dan perhatian Cannon mengenai reaksi menyerang dan menghindar menyediakan konsep-konsep psikologis yang penting yang merangsang tumbuhnya pendekatan psikosomatik dalam bidang perawatan kesehatan.

Istilah psikosomatik sendiri dikembangkan oleh Helen Flanders Dunbar  pada sekitar tahun 1930-an yang antara tahun 1930 sampai tahun 1940-an mempublikasikan sejumlah tulisan-tulisan ilmiah. Buku-bukunya mengawali serangkaian perkembangan yang intensif dalam bidang penelitian psikosomatik (Tamm, 1993).

Para penderita psikosomatik, umumnya mengeluhkan gangguan yang berkaitan dengan sistem organ, seperti :
1.      Kardio-vaskuler: keluhan jantung berdebar-debar, cepat lelah
2.      Gastro-intestinal: keluhan ulu hati nyeri, mencret kronis
3.      Respiratorlus: keluhan sesak napas, asma
4.      Dermatologi: keluhan gatal, eksim
5.      Muskulo-skeletal: keluhan encok, pegal, kejang
6.      Endokrinologl: keluhan hipertiroidi, hipotiroidi, dismenorea
7.      Urogenital: kehuhan masih ngompoh, gangguan gairah seks
8.      Serebro vaskuler: keluhan pusing, sering lupa, sukar konsentrasi, kejang epilepsi.

Selain itu, masalah kejiwaan yang menyertainya yaitu gejala anxietas dan gejala depresi.
Ciri-ciri Psikosomatis ditandai dengan adanya keluhan fisik yang beragam, antara lain seperti :
            1.      Pegal-pegal
2.      Nyeri di bagian tubuh tertentu
3.      Mual,muntah, kembung dan perut tidak enak
4.       Sendawa
5.       Kulit gatal, kesemutan, mati rasa
6.       Sakit kepala
7.       Nyeri bagian dada,punggung dan tulang belakang

       Keluhan itu biasanya sering terjadi dan terus berulang serta berganti-ganti atau berpindah-pindah tempat, dirasa sangat menganggu dan tidak wajar sehingga harus sering periksa ke dokter.

A.    PENYEBAB GANGGUAN PSIKOSOMATIS
          Permusuhan, depresi, dan kecemasan dalam berbagai proporsi adalah akar
dari sebagian besar gangguan psikosomatik (Kaplan, et al, 1997).

          Pada umumnya pasien dengan gangguan psikosomatik sangat meyakini bahwa sumber sakitnya benar-benar berasal dari organ-organ dalam tubuh. Pada praktik klinik sehari-hari, pemberi pelayanan kesehatan seringkali dihadapkan pada permintaan pasien dan keluarganya untuk melakukan pemeriksaan laboratorium dan pencitraan (rontgen).
       
         Biasanya penderita datang kepada dokter dengan keluhan-keluhan, tetapi tidak didapatkan penyakit atau diagnosis tertentu, namun selalu disertai dengan keluhan dan masalah. Pada 239 penderita dengan gangguan psikogenik Streckter telah menganalisis gejala yang paling sering didapati yaitu 89% terlalu memperhatikan gejala-gejala pada badannya dan 45% merasa kecemasan, oleh karena itu pada pasien psikosomatis perlu ditanyakan beberapa faktor yaitu:
Ø  Faktor sosial dan ekonomi, kepuasan dalam pekerjaan, kesukaran ekonomi, pekerjaan yang tidak tentu, hubungan dengan dengan keluarga dan orang lain, minatnya, pekerjaan yang terburu-buru, kurang istirahat.
Ø  Faktor perkawinan, perselisihan, perceraian dan kekecewaan dalam hubungan seksual, anak-anak yang nakal dan menyusahkan.
Ø  Faktor kesehatan, penyakit-penyakit yang menahun, pernah masuk rumah sakit, pernah dioperasi, adiksi terhadap obat-obatan, tembakau.
Ø  Faktor psikologik, stres psikologik, keadaan jiwa waktu dioperasi, waktu penyakit berat, status didalam keluarga dan stres yang timbul.

B.     PENANGANAN PSIKOSOMATIS
Pengobatan gangguan psikosomatik pada dasarnya harus dilakukan dengan beberapa cara dengan mempertimbangkan pengobatan somatis (berorientasi pada organ tubuh yang mengalami gangguan), pengobatan secara psikologis (psikoterapi dan sosioterapi) serta psikofarmakoterapi (penggunaan obat-obatan yang berhubungan dengan psikologi). Metode mana yang kemudian dipilih oleh dokter sangat tergantung pada jenis kasus dan faktor-faktor yang terkait dengannya.   

Pada kasus tahap awal, biasanya pengobatan hanya ditujukan kepada faktor somatis (fisik). Hal ini dapat menyebabkan penyakit timbul kembali dan yang lebih parah akan menurunkan kepercayaan pasien akan kemungkinan penyakitnya sembuh yang sebenarnya akan memperparah kelainan psikosomatiknya sendiri. Akan tetapi memang agak sulit untuk membedakannya dengan gangguan psikosomatis sehingga baru dapat dibedakan bila kejadiannya telah berulang. Disinilah perlunya psikoterapi sebagai pendamping terapi somatik.  

Perlu dipertimbangkan penggunaan psikofarmaka (obat-obat yang biasa digunakan dalam bidang psikologi) karena mungkin gangguan psikologis yang diderita berhubungan dengan kondisi kimiawi di otak yang mengalami ketidakseimbangan.  

Dewasa ini therapy dengan menggunakan metode Hipnosis sudah mulai dapat diterima di beberapa kalangan medis. HIPNOSIS dan hipnoterapi dari hari ke hari kian banyak “penggemarnya”. Bahkan, tak hanya orang dewasa yang menjalani terapi tersebut untuk membantu penyembuhan berbagai penyakit, tetapi juga anak-anak yang mempunyai kesulitan belajar di sekolahnya. Hipnoterapi memang merupakan salah satu cara yang sangat mudah, cepat, efektif, dan efisien dalam menjangkau pikiran bawah sadar, melakukan reedukasi, dan menyembuhkan pikiran yang sakit.